Rabu, 24 Juli 2013

SUFISME DI ERA GLOBAL

Oleh Muhammad Zainuddin · 27 Oktober 2010

Salah satu fenomena yang sering diramalkan akan menjadi trend di abad XXI ini adalah munculnya gerakan spiritualitas baru. Terhadap gerakan ini, Rederic dan Maryann Brussat (lihat Ruslani ed., 2000: vi-vii), mengistilahkannya dengan “kemelekan spiritual” atau kebangkitan spiritual. Ekspresi gerakan ini sering tampil dengan wajahnya yang sangat beragam, mulai dari Cult, Sect, New Thought, New Relegious Movement, Human Potential Movement, hingga gerakan New Age. Namun demikian dari semua gerakan tersebut, jika ditarik garis horizontalnya, hampir memiliki kesamaan misi, yakni memenuhi hasrat spiritual yang mendamaikan hati.

MUQARABAH DAN MURAQABAH

MUQARABAH DAN MURAQABAH
Oleh Muhammad Zainuddin · 30 Oktober 2010

Turut prihatin dan berduka atas musibah yang menimpa saudara-saudara kita si dua tempat di tanah air kita: gempa di Mentawai, Sumatra Barat dan gunung meletus di Yogyakarta. Semoga para korban yang meninggal diterima arwahnya di sisi Tuhan Yang Kuasa, dan yang luka-luka segera bisa ditolong, sementara itu keluarga yang ditinggalkan semoga tetap tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan ini.
Marilah kita introspeksi dan mawas diri, kenapa dalam rentang waktu beberapa tahun ini Allah SWT terus menimpakan musibah-Nya pada kita, bangsa Indonesia ini.

TAHLIL, KUNCI SURGA

TAHLIL, KUNCI SURGA

Oleh Muhammad Zainuddin · 9 Juni 2011
Tahlilan memiliki manfaat dan hikmah bagi umat Islam, di antaranya: 
            Pertama, melatih dan membiasakan kita untuk membaca kalimah ţayyibah, seperti: lailaha Illallah, Subhanallah, astaghfirullah dll. Bahkan jika sampai akhir hayat, (meninggal dunia)  kita bisa membaca kalimah tahlil, maka akan dijamanin oleh Allah masuk surga. Sebagaimana sabda Nabi: Man qala lailaha illa Allah fi akhiri kalamihi dakhala al-jannah. Kita sangat khawatir, jika pada hari akhir hayat kita tidak mampu mengucapkan kalimah ţayyibah, baik dalam hati maupun lisan, maka celakalah kita.

Jumat, 04 Januari 2013

ISLAM AGAMA DAMAI

oleh Muhammad Zainuddin pada 10 Februari 2011 pukul 22:06 ·


Saudara-saudaraku semua,
Hidup ini mesti mengikuti ritme sunnatullah (natural law), jika kita ingin selamat dunia dan akhirat. Karena semua yang terjadi di alam ini mengikuti hukum sebab-akibat yang sudah dititahkan oleh Sang Pencipta ( Allah, Huwa al-Haq). Hukum alam Tuhan ini berbunyi: "Kematian itu pasti terjadi, setiap yang bernyawa pasti akan mati, setiap makhluk ini pasti mengalami fana' dan akan berakhir pada saat tertentu". Semua ini ada sebab dan akibatnya.
Kematian terjadi karena habis masa kehidupan. Tetapi ada kematian yang lebih cepat karena tidak ada upaya pemeliharaan dan perawatan dari manusia, misalnya kematian pada manusia dan kematian pada tanaman (ini yang disebut dengan takdir mu'allaq). Artinya, umur panjang itu bisa diminta dan diupayakan sebagaimana doa yang sering kita panjatkan, Allahumma thawwil 'umurana wa hassin a'malana.

Sebab kematian manusia adalah sakit, sebab sakit karena ada sesuatu yang mengganggu organ tubuh manusia, baik yang bersifat organik maupun unorganik. Satiap penyakit pasti ada obatnya. Jika penyakit tersebut diobati maka akan sembuh, dengan demikian, maka manusia mesti mencari obat tersebut. Untuk menjauhkan dari penyakit dan marabahaya, maka manusia mesti melakukan ikhtiaruntuk menjaga dan memelihara badan dan jiwanya sebaik mungkin. Usaha preventif mesti dilakukan, ini jauh lebih baik dari pada mencari dan mengobati setelah sakit, sebab kadangkala manusia belum tahu (karena keterbatasan pengetahuannya) obat dari penyakit yang dideritanya itu. Maka jika penyakit terus diderita sementara obat tidak atau belum diketemukan, maka ini yang akan mengakibatkan kematian, karena penyakit terus menggerogoti organ tubuh dan pada saatnya tidak berjalan fungsi organ tubuh tersebut sebagaimana mestinya. Inilah akhir dari sebuah kehidupan, yaitu, jika fungsi organ tubuh manusia (makhluk hidup) sudah tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Dengan demikian, kita mesti melakukan usaha-usaha perawatan dan pemeliharaan badan dan jiwa kita supaya kita tetap sehat baik secara fisik maupun psikis, supaya kita tetap panjang umur dan terpuji semua perbuatan kita, baik di sisi Allah Sang Pencipta jagat raya ini maupun di sisi manusia dan makhluk semsesta (hablun min Allah wa hablun min al-nas wa hablun min al-'alam). Jadi manusia hidup ini harus mengikuti ritme sunnatullah, jika kita hidup mengikuti ritme sunnatullah berarti kita selamat (dunia maupun akhirat), begitu sebaliknya, siapa saja yang menentang sunnatullah pasti akan binasa, dan tidak ada seorang pun yang mampu merubah sunnatullah kecuali Allah itu sendiri, Wa lan tajida li sunnatillahi tahwila, tabdila...

Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah dan sunnatullah, disebut Islam, karena agama ini mengajarkan tata cara hidup yang sesuai dengan fitrah dan ritme sunnatullah, untuk memperoleh kehidupan yang damai dunia maupun akhirat. Ber-islam artinya menjadi orang yang selalu mencintai kestenteraman dan kedamaian, hidupnya selalu dipenuhi ketenteraman, aman dan damai. Masyarakat islami dengan demikian adalah, masyarakat yang mencintai kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan baik secara individu maupun kolektif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kebalikan orang Islam adalah orang kafir. Orang kafir adalah orang yang melawan sunnatullah dan fitrah kemanusiaan, tidak mencintai kedamaian dan ketenteraman, melawan kebenaran dan melawan para utusan Allah. Dan orang yang melwan sunnatullah pasti binasa. Ini terbukti secara empirik dalam sejarah kemanusiaan, misalnya yang dialami oleh kaum Nabi Nuh as. Pada masa itu seluruh penduduk bumi ditenggelamkan oleh banjir sampai ketinggian airnya mencapai puncak gunung. Pada waktu itu tidak ada yang selamat kecuali para pengikut Nabi Nuh yang turut menumpang kapal. Kisah ini direkam dalam Al-Qur'an surat Al-Firqan: 37. Dalam kisah kaum Nabi Hud, yaitu kaum 'Ad, mereka diterpa oleh badai yang amat  dahsyat selama tujuh hari, mereka bergelimpangan bak pohon kurma yang lapuk bertumbangan. Ternak, sawah-ladang dan seluruh pemukiman hancur lantak dibinasakan oleh badai tersebut. Sebagaimana yang direkam dalam al-Qur'an surat Hud: 59. Demikian juga pada kisah kaum Tsamud, pada zaman Nabi Shalih as. Mereka disambar petir dan guntur hingga menyebabkan mereka mati di tempat pemukiman mereka. Diceritakan dalam Al-Qur'an surat As-Syams: 11. Demikian juga kaum Nabi Luth dihujani batu, dengan sebab yang sama yaitu, mereka mendustakan para Rasul Allah, disebutkan dalam surat As-Syuara':160-161. Dan masih banyak lagi kisah kehancuran yang dialami oleh kaum-kaum zaman dulu yang memusuhi utusan-utusan Allah, yang melawan kebenaran yang datang dari Allah SWT. seperti kaumnya Nabi  Syu'eb dan Nabi Musa. Mereka diazab oleh Allah karena mereka berbuat zalim, mengingkari dan melawan kebenaran, melawan ajaran Islam. Allahumma anta al-salam wa minka al-salam wa ilaika ya'ud al-salam fa hayyina Rabbana bi al-salam wa adkhilna al-jannata dar al-salam...***

BERMALAM DI BERLIN PERSIAPAN KEMBALI KE INDONESIA

oleh Muhammad Zainuddin pada 4 Januari 2011 pukul 5:33 ·


Siang itu, 4 Desember 2010 kami berangkat dari Leipzig menuju Berlin untuk persiapan kembali ke Indonesia dan persiapan menemui Dirjen Pendis Kementerian Agama, Prof. Muhammad Ali berserta tim-nya yang sedang dalam perjalanan menuju Berlin. Semua barang-barang sudah dikemasi  untuk dibawa pulang. Banyak barang yang mesti dibawa karena kami membeli banyak buku dari Belanda dan beberapa pemberian dari universitas Leipzig.  Karena sesui informasi yang kami peroleh dari pihak  panitia, bahwa kita tidak boleh membawa barang bawaan (Kopor) lebih dari 20 kg, maka kami harus melakukan penimbangan sebelum berangkat. Banyak barang-barang yang mesti ditinggalkan, ada sarung, kaos, dan beberapa pakaian lain yang mesti ditinggal di sana, ada yang diberikan sebagai kenang-kenangan untuk  Mbak Jana (mhs yang selalu mendampingi kami). Seperti dari pulang haji, kami bersama teman-teman membawa barang dengan beberapa tas: depan belakang, kiri  dan kanan. Terasa susah dan berat membawa tas-tas itu dan kopor, malah kopor saya lepas tarikan-nya karena seorang sopir taxi salah menarik pegangannya.  Karena saat itu salju agak deras, keretanya terlambat (dan ini tidak biasa di Eropa), maka kami harus menunggu di stasiun beberapa lama.

Di Berlin kami transit di sebuah hotel  dekat  KBRI. Malam hari, pukul 19.00 waktu Jerman, direncanakan kami mengadakan ramah tamah dengan pihak KBRI dan Dirjen. Tetapi kerena kendala cuaca, terpaksa penerbangan tim Dirjen di-cancel, hingga tengah malam baru bisa nyampai ke Berlin. Kami kemudian makan malam (khas Indonesia, Jawa Timur), ramah tamah dan dialog dengan pihak KBRI minus Dirjen. Baru  paginya, pukul  11.00 kurang lebih, kami bisa beramah tamah denga Dirjen dan timnya  (Prof. Amin Abdullah dan Dr. Muhammad Zen) menyampaikan beberapa pengalaman dan masukan terkait dengan program research fellow ini. Saking asyiknya hingga tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 13.00. Lantas kami cepat-cepat menuju hotel di samping gedung KBRI itu. E… ternyata ketika kami hendak masuk kamar, secara otomatis semua kamar yang dihuni rombongan kami terkunci. Kartu kunci kamar kami tidak bisa dipakai lagi untuk membuka, karena sudah lebih dari jam yang ditentukan. Di Jerman dan juga Belanda, check out pukul 11.00. Namun dengan lobby Mas Nurcholish, maka keadaan itu dapat diselesaikan.

Pukul  14.00 kl. Kami menuju bandara Berlin menuju Franfurt. Hati sudah riang gmebira karena akan segera kembali ke Indonesia. Namun ketika nyampai Bandara Frankfurt, teman-teman cemas karena cuaca yang memburuk, hujan salju agak lebat dan dikhawatirkan penerbangan di-cancel atau ditunda. Saat itu terasa capek dan pening kepala, karena kami harus menunggu berjam-jam di bandara (dari jam 15.30 hingga jam kl. 23.00. malam. Alhamdulillah, ternyata pesawat bisa terbang, dan kami merasa tenagn saat pesawat sudah terbang tinggi dan meninggalkan Jerman, artinya sudah bebas dari problem cuaca salju. Selama kl. 17 jam kami terbang. Sesampai singapura pesawt landing, terasa sudah sampai ke Indonesia, hingga akhirnya sampai Jakarta, pukul  16.30 kl. Alhamdulillah, kalimat itu terus terucap dalam liasn dan hatiku dan kemudian kami menuju hotel di kawasan Cempaka putih tinggal di saana selama dua malam untuk menyelesaikan laporan.***

BELAJAR DARI KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW

oleh Muhammad Zainuddin pada 14 Februari 2011 pukul 17:40 ·


Sebagaimana kita pahami dalam sejarah, bahwa Nabi hadir membawa sistem kepercayaan alternatif yang egaliter dan membebaskan. Karena ajaran  yang disampaikan nabi membawa pesan bahwa segala ketundukan dan kepatuhan hanya diberikan kepada Allah, bukan kepada manusia. Karena kebenaran datang dari Allah, maka kekuasaan yang sebenarnya juga berada pada kekuasaan-Nya, bukan kepada raja atau pemerintah. Secara empirik kemudian nabi melakukan gerakan reformasi dengan mengembalikan kekuasaan dari tangan raja (kelompok elit) kepada kekuasaan Allah melalui sistem musyawarah. Kehadiran nabi tersebut membawa angin segar bagi “masyarakat baru” yang mendambakan sebuah kondisi sosial masyarakat yang adil dan beradab. Karena apa yang dibawa nabi sebetulnya sistem ajaran yang menegakkan nilai-nilai sosial: persamaan hak, persamaan derajat di antara sesama manusia, kejujuran dan keadilan (akhlaq hasanah).     
            Selain itu, sesuai posisinya sebagai pembawa  rahmat, nabi terus berjuang merombak masyarakat pagan-jahiliyah menuju masyarakat yang beradab, atau dalam bahasa al-Qur’an disebutmin-’l-Dhulumat ila-’l-Nur (lihat QS. Al-Baqarah:257, al-Maidah:15, al-Hadid: 9, al-Thalaq:10-11 dan al-Ahzab:41-43). 
            Selama kurang lebih sepuluh tahun di Madinah, nabi telah melakukan reformasi secara gradual untuk menegakkan Islam, sebagai sebuah agama yang memiliki perhatian besar terhadap tatanan masyarakat yang ideal. Dan masyarakat yang dibangun nabi saat itu adalah masyarakat pluralistik yang terdiri dari berbagai suku, agama dan kepercayaan. Masyarakat seperti yang dikehendaki dalam rumusan piagam Madinah, adalah masyarakat yang memiliki kesatuan kolektif dan ingin menciptakan masyarakat muslim yang berperadaban tinggi, baik dalam konteks relasi antar manusia maupun dengan Tuhan.
            Kasih sayang terhadap golongan  yang lemah seperti kaum feminis, para janda dan anak-anak yatim menunjukkan komitmen moralnya sebagai seoarang pemimpin umat yang plural. Dalam kesempatan pidato terakhirnya di padang Arafah,  beliau berpesan kepada para pengikutnya supaya memperlakukan kaum wanita dengan baik dan bersikap ramah terhadap mereka. “Surga di bawah telapak kaki ibu”, jawab nabi ketika salah seorang sahabat bertanya tentang jalan pintas masuk  surga. Kalimat tersebut diulang sampai tiga kali.
            Salah satu sifat pemaaf dan toleransi nabi yang luar biasa adalah tampak pada kasus Hindun, salah seorang musuh Islam yang dengan dendam kusumatnya tega memakan hati Hamzah, seoarng paman nabi sendiri dan pahlawan perang yang terhormat. Kala itu orang hampir dapat memastikan bahwa nabi tidak akan pernah memaafkan seorang Hindun yang keras kepala itu. Ternyata tak diduga-duga ketika kota Makkah berhasil dikuasai oleh orang Islam dan Hindun yang menjadi tawanan perang itu pada akhirnya dimaafkan. Melihat sikap nabi yang begitu mulia tersebut dengan serta merta Hindun sadar dan menyatakan masuk Islam seraya menyatakan, bahwa Muhammad memang seorang rasul, bukan manusia biasa.
            Tidak hanya itu saja, sikap politik nabi yang sangat sulit untuk ditiru oleh seorang pemimpin moderen adalah, pemberian amnesti kepada semua orang yang telah berbuat kesalahan besar dan berlaku kasar kepadanya. Tetapi dengan sikap nabi yang legowo dan lemah lembut itu  justru membuat mereka tertarik dengan Islam, sebagai agama rahmatan lil-’alamin.
            Seperti yang dicatat oleh  Akbar S. Ahmed (1992) seorang penulis sejarah Islam kenamaan dari Pakistan, bahwa penaklukan Makkah oleh nabi yang hanya menelan korban  kurang dari 30 jiwa manusia itu merupakan kemenangan perang yang paling sedikit menelan  korban jiwa di dunia dibanding dengan kemenangan beberapa revolusi besar lainnya seperti Perancis, Rusia, Cina dan seterusnya. Hal ini bisa dipahami karena perang dalam perspektif Islam bukan identik dengan penindasan, pembunuhan dan penjarahan, seperti yang dituduhkan sebagian kaum orientalis selama ini, melainkan lebih bersifat mempertahankan diri. Oleh sebab itu secara tegas nabi pernah menyatakan: “Harta rampasan perang tidak lebih baik dari pada daging bangkai”. Demikian juga larangannya untuk tidak membunuh kaum perempuan, anak-anak dan mereka yang menyerah kalah.
            Nilai-nilai islami yang tercermin dalam figur nabi yang melampaui batas ikatan primordialisme dan sektarianisme memberikan rasa aman dan terlindung bagi masyarakat yang pluralistik. Perkawinan nabi dengan seorang istri dari luar rumpun keluarga, kecintaannya terhadap Bilal, seorang budak kulit hitam yang menjadi muazzin pertama Islam dan pidatonya pada kesempatan haji wada’ di Arafah yang menentang pertikaian suku dan kasta telah membuktikan sikap arif dan bijak kepemimpinannya.
            Oleh sebab itu seperti yang dikatakan oleh Ashgar Ali (1993), bahwa konsep jihad (berjuang) dalam perspektif Islam tidak memaksa orang untuk memeluk Islam sebagai sebuah agama, melainkan berjuang untuk memerangi kemungkaran dan mengakhiri penindasan oleh orang kuat (al-mustakbirin) terhadap orang lemah (al-mustadh’afin).
            Semua utusan Tuhan (nabi) digambarkan dalam al-Qur’an sebagai pembela al-mustadh’afinuntuk menghadapi  al- mustakbirin, seperti Musa yang digambarkan sebagai pembebas bangsa Israel dari penindasan raja Fir’aun, sebagaimana frman Allah: “Dan Kami hendak memberi karunia bagi orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi” (Q.S.28:5).
            Nabi Muhammad diperintahkan oleh Allah ke dunia untuk membebaskan masyarakat Arab dari krisis moral dan sosial. Secara tegas beliau berani memberantas praktek-praktek akumulasi kekayaan yang diperoleh secara ilegal (baca: KKN) oleh konglomerat Arab saat itu. Dan gerakan reformasi nabi itulah yang kemudian membuat mereka berang dan merasa terancam kepentingannya. Sampai-sampai beliau dan keluarganya diboikot dari hubungan kerja dan pergaulan.
            Oleh sebab itu seperti penilaian Ashgar maupun Ahmad Amin, bahwa pada hekikatnya kelompok hartawan Makkah bukan tidak mau menerima ajaran tauhid yang dibawa nabi, atau penentangannya terhadap penyembahan berhala, melainkan yang sangat dirisaukan oleh mereka adalah gerakannya yang mengarah kepada “ancaman” praktek monopolistik dan eksploitatif yang mereka lakukan.
            Pengaruh reformasi nabi Muhammad betul-betul mengguncang  dunia dan dengan waktu kurang lebih sepuluh tahun beliau mampu mewujudkan sebuah masyarakat ideal, masyarakat yang secara sosiologis berada dalam kelas kesejajaran atau kalau menurut Ashgar Ali, “masyarakat tanpa kelas”. Status manusia tidak diukur oleh kekayaan maupun jabatan, melainkan diukur oleh kesalehannya.
Setidaknya ada empat langkah yang ditempuh nabi dalam membentuk masyarakat Islam saat itu:Pertama, mendirikan masjid yang diberi nama Baitullah (rumah Allah). Masjid inilah yang kemudian menjadi sentral kegiatan umat Islam, mulai dari praktek ritual (beribadah), mengadili perkara, majlista’lim, bahkan jual-beli pernah dilakukan di kawasan masjid tersebut. Hanya mengingat kondisi yang tak memungkinkan, maka pada akhirnya harus dipindahkan. Masjid tersebut juga merupakan pusat pertemuan kaum muslimin dari seluruh wilayah Islam. Kedua, mempersatukan kelompok Anshar dan Muhajirin yang berselisih. Ali ra. dipilih sebagai saudara beliau sendiri, Abu Bakar dipersaudarakan dengan Kharijah Ibn Zuhair dan Ja’far Ibn Abi Thalib dipersaudarakan dengan Muaz Ibn Jabbal. Demikianlah nabi telah mempersatukan tali persaudaraan mereka. Dengan demikian terciptalah persaudaraan yang berdasarkan agama, sebagai pengganti dari persaudaraan yang berdasarkan ras dan suku sebagaimana yang telah dipraktekan  orang-orang Jahiliyyah sebelumnya. Ketiga,perjanjian saling membantu antara kaum muslimin dengan non-muslim. Penduduk Madinah saat itu terdiri dari tiga golongan: kaum muslimin, Yahudi (yang terdiri dari Bani Nadhir dan Quraidhah) dan bangsa Arab yang masih pagan (penyembah berhala). Karena itu nabi mempersatukan mereka dalam satu masyarakat yang terlindung, sebagaimana yang terumuskan dalam Piagam Madinah. Keempat,meletakkan dasar politik, ekonomi dan sosial bagi terbentuknya  “masyarakat baru”.
            Seperti analisis Montgomery Watt (1989), hijrah nabi pada tahun 622 M menunjukkan permulaan kegiatan politiknya. Namun beliau tidak dengan tiba-tiba mendapatkan kekuatan politik yang begitu besar itu melainkan tumbuh dengan perlahan-perlahan. Konsesi-konsesi dengan warga Madinah yang akan beliau masuki (ketika beliau masih berada di Makkah) berarti pendirian badan politik baru, yang didalamnya terdapat kelonggaran untuk merealisasikan potensi politik dari pemikiran Al-Qur’an.
            Itulah sosok Muhammad, orang pertama yang memikirkan proses perubahan yang terjadi dalam masyaralat Makkah secara serius, radikal dan humanistik. Beliau tidak sekadar menyeru orang untuk men-tauhid-kan Allah, melainkan juga membangun masyarakat baru yang demokratis, berperadaban, dan tidak korup. Tidak berlebihan jika Michael Hart dalam laporan penelitiannya: The 100: A Ranking of Most Influential in History, menempatkan beliau sebagai tokoh peringkat pertama yang paling berpengaruh di dunia. “Islam (yang dibawa Muhammad) memang tidak menciptakan dunia modern, tetapi Islam merupakan agama yang mungkin paling tepat dan cocok untuk dunia modern”.  Demikian ungkap Gellner. 

PLURALISME AGAMA


Diposkan di Facebook oleh Muhammad Zainuddin pada 14 Mei 2011 pukul 20:49 ·





 A. Pendahuluan
 “Salah satu hal yang mewarnai dunia dewasa ini adalah pluralisme keagamaan”, demikian ungkap Coward (1989:5). Manusia hidup dalam pluralisme dan merupakan bagian dari pluralisme itu sendiri, baik secara pasif maupun aktif. Pluralisme merupakan kenyataan sejarah yang tidak bisa diingkari keberadaannya.
Pluralisme keagamaan merupakan tantangan khusus yang dihadapi agama-agama dunia dewasa ini. Dan seperti pengamatan Coward (1989:167), setiap agama muncul dalam lingkungan yang plural ditinjau dari sudut agama dan membentuk dirinya sebagai tanggapan terhadap pluralisme tersebut. Jika pemeluk agama tidak memahami secara benar dan arif, pluralisme agama akan menimbulkan dampak, tidak hanya berupa konflik antarumat beragama, tetapi juga konflik sosial dan disintegrasi bangsa.
Kendati agama memiliki fungsi pemupuk persaudaraan dan fungsi tersebut telah dibuktikan dengan fakta-fakta kongkret dari zaman ke zaman, namun di samping fakta yang positif itu terdapat pula fakta negatif, yaitu perpecahan antar manusia. Dan kenapa terjadi konflik antarumat beragama? Apakah karena adanya klaim absolutisme? Bagaimana dialog antar umat beragama yang sudah dilakukan? Tulisan ini ingin melihat problem pluralisme dan klaim absolutisme agama-agama dimaksud, serta visi, misi dan implementasi dialog antar umt bergama.